2017 bisa
dilabeli tahun paling roller coaster selama hampir 29 tahun aku hidup di dunia.
Dalam satu tahun, aku bekerja di dua wilayah berbeda yang berada di luar ibu
pertiwi. Ada banyak drama terjadi, mulai dari persiapan pergi sampai rasa rindu
yang sering membuat mata basah. Selama masa-masa itu dan juga masa peralihan
dari satu drama ke drama lain, musik selalu menjadi senjata manjur yang bisa
menurunkan sedikit kadar drama.
1. Honne –
Someone That Loves You
Setiap malam lagu ini selalu ada di daftar
putar lagu yang aku dengar selama tinggal di Dili. Mengapa malam? Karena pagi sampai sore kerja dan
malamnya ternyata juga masih kerja. Hahaha. Sebenarnya versi asli lagu ini
dinyanyikan oleh Honne dan Izzy Bizu. Di awal Januari 2017, aku nggak sengaja
menemukan kolaborasi yang dilakukan Honne dan Naomi Scarlett, seorang penyanyi
yang berbasis di London dan ternyata juga merupakan backing vocalnya mereka.
Menurutku
versi mereka lebih berterima untukku. Musik Honne yang bergenre electro-soul
pas saat dipadukan dengan suara Scarlett yang super lembut, berbeda dengan
suara Izzy Bizu yang rancak (aku nggak tahu bagaimana harus menjelaskan). Bukan
berarti suara Izzy Bizu jelek. Ini hanya masalah selera. Sebagai tambahan, pada kolaborasi dengan Scarlett, Honne memainkan musik dengan memakai instrumen
yang lebih minimalis. Tema lagu jadi lebih tersampaikan karena pendengar nggak
salah fokus dengan musik yang hingar bingar. Cocok banget untuk menemani otak
yang sedang berpikir mengerjakan tugas. Musiknya nggak ganggu irama berpikirku. .
Kalau soal tema, masih soal hubungan
percintaan. Kisahnya tentang 2 orang yang saling suka tetapi masih ragu-ragu.
Yang cewek maunya segera dapat kejelasan tetapi dia tahu kalau si cowok nggak
mudah mengambil pilihan karena dia masih punya cewek. Jadi, ya “I’m waiting and
I’m patient”. Semacam “Mau Dibawa Ke Mana”nya Armada Band versi electro-soul
yang elegan karena permintaan memaksanya nggak terlalu vulgar.
2. John
Mayer – Rosie
Selang beberapa hari setelah John Mayer
mengunggah video klip pertama dari album “The Search for Everything” berjudul “Still
Feel Like Your Man”, aku menemukan video berisi lirik untuk lagu “Rosie” yang
ada di album yang sama. Pertama kali dengar langsung suka. Pertama karena aku
suka permainan gitarnya John Mayer di lagu ini. Kedua karena karena lagu ini
sebenarnya adalah permintaan John agar Katy Perry balik sama dia. Ini hanya
tebak-tebakan saja sih sebenarnya tetapi banyak spekulasi di internet yang
sepakat dengan pendapatku. Keinginan minta balik ini sangat jelas terbaca lewat
liriknya yang hampir semua isinya adalah kata-kata permohonan untuk balikan
tanpa menggunakan “please”.
Lagu ini biasanya kuputar saat menunggu jam
mengajar tiba. Selama di Dili, YouTube dan playlist di laptop adalah sumber
hiburan utama. Sayangnya, saat istirahat mengajar pun kadang aku disibukkan
dengan laporan dan seabrek tanggung jawab yang harus dipenuhi. Karena YouTube
pasti mengandung video yang bisa mengalihkan konsentrasi, aku selalu bergantung
pada playlist. “Rosie” sering nangkring di urutan pertama dan sering sekali
diputar.
3. Tulus –
Bumerang
Sudah jadi penggemar musik Tulus sejak “Sewindu”.
Aku punya semua album Tulus lengkap dari album pertama sampai yang terbaru dan
sering sekali memasangnya di playlist. Entah mengapa masuk di bulan Oktober,
aku sering sekali memutar “Bumerang” dari album “Gajah” padahal biasanya hanya didengar sambil lalu saja. Lagu ini pernah pada
suatu hari kelabu pada musim dingin di bulan November menjadi satu-satunya lagu
yang aku dengarkan dari pagi sampai malam.
Lagu ini sebenarnya membingungkan. Isinya berisi kekecewaan
seseorang karena merasa dipermainkan oleh mantannya. Jadi, mantannya ini memang
sering gonta-ganti pacar dan tidak ada yang diseriusin. Yang menjadi persona di
lagu ini menjadi sakit hati dan dia percaya akan karma. Makanya judulnya “Bumerang”.
Dia berharap mentannya suatu saat akan kena jatah disakiti juga dan lebih besar
kadarnya karena dia sudah menyakiti banyak hati sebelumnya. Yang membingungkan adalah bagian liriknya. Si persona dalam lagu terkadang menyebut mantannya dengan “dia”, namun kadang dengan “mu”/“kau”.
Pada akhirnya aku menyimpulkan bahwa pada
saat dia menggunakan “mu” atau “kau”, si persona bilang bahwa dia sudah nggak
peduli sama si mantan dan sudah melupakannya. Si mantan hanya perlu menunggu
karma yang datang. Namun, pada saat dia menyebut si mantan dengan “dia”, jelas
sekali terbaca kalau si persona belum bisa melupakan sakit hatinya. Dia bahkan
bilang kalau dia mau membalas perbuatan si mantan. Kontras banget kan dengan efek bumerang
yang si persona harap akan mengenai si mantan saat pakai panggilan “mu”. Itu mungkin adalah hal yang secara tidak
sadar lama-lama membuatku tertarik dengan lagu ini.
4. Chet
Baker
Chet Baker mungkin menjadi musisi yang
musiknya paling sering kuputar selama di Tiongkok. Jalanku menemukan musiknya
pun melalui proses yang panjang. Semua berawal ketika John Mayer menulis
caption tentang musisi jazz Bill Evans di Instagram dan Instastorynya. Aku yang
penasaran pun mulai mencari Bill Evans di YouTube. Salah satu penampilannya
yang kusaksikan adalah saat berkolaborasi dengan seorang pemain terompet. Aku pun
langsung luluh lantak pertama kali mendengar melodi yang keluar dari
terompetnya. Dialah Chet Baker. Kemudian aku pun meninggalkan Bill Evans dan
segera beralih musik Chet Baker.
Awalnya aku mengira kalau hanya akan mendengarkan
suara terompetnya saja, tetapi ternyata dia juga seorang penyanyi. Dan suaranya
begitu menggetarkan hati (duileh). Dia kalau menyanyi ya menyanyi saja. Tidak
pakai improvisasi meliuk-meliuk yang biasa dipakai penyanyi. Entah mengapa
emosi yang disampaikan lewat cara menyanyi seperti itu menurutku malah
tersampaikan. Coba dengarkan “Time After Time” atau “My Funny Valentine”. Jadilah
aku mengunduh beberapa penampilan Chet Baker, baik saat sedang menyanyi, bermain terompet, atau keduanya.
Musik Chet Baker pada akhirnya biasa menemani
keseharianku di sana. Baik saat suasana santai atau sibuk, aku merasa musiknya cocok. Saat ini,
setiap kali mendengar Chet Baker di Indonesia, aku akan langsung mengingat
periode hidupku selama di Tiongkok. Aku kembali ingat dengan segala aktivitas dan
perasaan saat itu. Ajaib ya bagaimana sebuah lagu bisa membawa kembali masa
yang sudah berlalu ke kehidupan kita saat ini.
5. Joni
Mitchell – Both Sides, Now
Aku selalu nggak habis pikir dengan Alanis
Morissette yang bisa bikin Jagged Little Pill waktu usianya baru 22. Kemudian
aku menemukan Joni Mitchell dan semakin nggak mengerti lagi. Bagaimana
seseorang bisa menulis lagu dengan lirik yang seharusnya baru bisa ditulis saat
seseorang paling nggak sudah hidup 50 tahun? Apa yang telah dilewati dua orang itu dalam
hidup sampai bisa menulis lirik yang sangat dalam dan bijaksana?
Perkenalanku dengan Joni Mitchell juga nggak
sengaja. Sebenarnya aku sudah sering mendengar namanya, namun baru sekitar
Oktober 2017 benar-benar mendengarkan lagu-lagunya. Kesannya setelah mendengar:
serupa menyimak puisi yang dimusikalisasi. Ada satu lagu yang sangat aku suka. Judulnya
Both Sides, Now. Lagu ini berisi tentang perpindahan fase dalam kehidupan
seseorang, saat dia awalnya berpikir secara naif sampai pada sikap memandang
semua kejadian dalam hidup dengan cara yang berbeda sama sekali dibandingkan
saat dia masih naif. Dia punya kesimpulan bahwa hidup ini memang misterius dan
nggak mungkin bisa dipahami secara menyeluruh.
Lagu ini sering nangkring di playlist dalam berbagai kesempatan.
Namun, paling sering memang saat mood sedang mellow. Pernah suatu hari aku memenuhi
playlistku hanya dengan lagu ini saat sedang mengerjakan deadline pekerjaan
yang akhirnya selesai pukul 2 pagi padahal keesokannya tetap harus mengajar. Saat
itu aku benar-benar sedang gila. Aku pikir saat itu lagu ini banyak menolongku supaya nggak sakit dan tetap bersemangat. Hahahaha.
https://en.wikipedia.org/wiki/The_Search_for_Everything
https://genius.com/Tulus-bumerang-lyrics
http://www.sokillingman.com/transcriptions/chet-baker-my-little-suede-shoes/
https://genius.com/Joni-mitchell-both-sides-now-lyrics
Tidak ada komentar:
Posting Komentar