Ada
dari kalian yang tumbuh dan berkembang di era 90an? Yang tiap Minggu pagi duduk
anteng di depan TV untuk menunggu kartun marathon? Yang ingat sensasinya muter
pita kaset pakai pulpen atau pensil? Yang tiap jam istirahat sekolah selalu beli
Anak Mas rasa keju dan ayam? Kalau kamu pernah mengalami masa-masa tersebut,
kamu bisa digolongkan sebagai Generasi 90an. Penulis Marchella FP berbaik hati
meluangkan waktunya untuk menyusun buku full
color ini demi membawa kita dengan mesin waktu ke era 90an. Awalnya buku
ini berasal dari skripsinya untuk mendapatkan gelar sarjana desain komunikasi
visual dari Universitas Bina Nusantara. Dia mengumpulkan data lewat berbagai
media, terutama Twitter. Kebetulan saya adalah salah satu follower di
@Generasi90an jadi sudah sangat akrab dengan hal-hal berbau 90an yang rutin
diposkan walaupun belum memiliki kesempatan membaca bukunya sampai awal
Februari kemarin.
Untuk
saya yang masa kecilnya dilewati dalam tahun 90an, membaca buku ini membuat
emosi serasa diaduk-aduk. Pada dasarnya lebih banyak tertawa, tapi ada kalanya
bikin sedih. Apalagi kalau lihat gambar Ksatria Baja Hitam. Bawaannya patah
hati. Saya yakin bahwa Kotaro Minami adalah cinta pertama mayoritas anak-anak
gadis di era 90an. Si Doel Anak Sekolahan
dan Keluarga Cemara juga membuat
miris karena selalu mengingatkan pada tontonan televisi zaman sekarang yang
jauh dari kata berkualitas. Tiap kali membuka halaman baru di buku Generasi 90an ini, tiap kali pula saya
merasa bersyukur pernah melewati masa-masa keren di tahun 90an dan juga kangen
dengan periode tersebut. Motto buku ini di halaman 130 yang saya rasa harus
dianut oleh tiap Generasi 90an adalah “Ada Hari Di Mana Kita Harus Berhenti
Sebentar, Nengok ke Belakang, Lalu Bersyukur”.
Sebelum
masuk ke isi buku yang penuh dengan gambar-gambar penuh nostalgia, penulisnya
sudah terlebih dahulu menggambar beberapa item
khas 90an di halaman awal dan juga identifikasi tentang siapa saja yang pantas
disebut generasi 90an. Buku ini terdiri dari 6 bab: What We Watch, What We Hear, What We Wear, Gadget, What We Read dan
What We Play. Halaman terakhir adalah
hal-hal menarik di era 90an yang belum disebutkan di enam bab tadi. Kalau
disuruh memilih bab mana yang paling saya favortikan, rasanya susah sekali.
Tiap bab menyimpan gambar-gambar sekaligus keterangan yang mampu membuat saya
kembali ke 90an sambil ngakak atau mbrambangi.
Bab What We Watch mengingatkan generasi 90an
akan kartun-kartun di Minggu pagi, aneka kuis di RCTI, sinetron-sinetron yang
judulnya diawali dengan Ter-, serial keluarga yang tak lekang sepanjang masa (Si Doel dan Keluarga Cemara), Dunia Dalam Berita, dan aktor serta aktris papan
atas di era tersebut. What We Hear
membawa kita kembali ke perangkat teknologi yang dulu kita gunakan untuk
mendengarkan lagu (walkman dan kaset
pita), MTv, band-band dan musisi yang terkenal di era tersebut (Oasis, Blur,
Nirvana, Tipe X, Gigi,Nike Ardilla, Denada, dll), dan tentu saja para penyanyi
cilik. Fashion 90an diwakili oleh bab What
We Wear yang pada dasarnya menguak kembali trend fashion era 90an bagi
anak-anak muda. Beberapa di antaranya dompet berantai, jepit kupu-kupu, tas
selempang yang dipanjangin sampai lutut, sepatu yang ada lampunya, kalung tato,
dll.
Bab Gadget diwakili oleh lima gadget paling hits di tahun 90an:
telepon koin, pager (beserta cara
menggunakannya), ponsel jadul, disket, dan laser
disc player. Buat yang dulu pulang sekolah langsung pergi ke telepon umum
dan iseng menghubungi nomor telepon hantu (lupa berapa nomornya) atau patungan
nonton Casper di persewaan kaset laser disc player, bab ini benar-benar
sukses menghadirkan kembali masa lalu. Sedangkan buku-buku atau bacaan yang
ngetrend di era 90an bisa dilihat daftarnya di bab What We Read. Generasi 90an pasti tidak mungkin tidak kenal dengan Lupus, Goosebumps, Bobo, Hai,
komik-komik Tatang S., dan masih banyak lagi. Bab terakhir mengajak kita untuk
mengenang kembali permainan di era 90an yang saat itu sudah banyak didominasi
oleh permainan modern seperti Tamiya, Ding Dong, Sega, Nintendo, dan gimbot. Tapi jangan salah, ada juga kegiatan
mengumpulkan Tazos dan kartu basket.
Sebelum
halaman terakhir, penulis masih menambahkan beberapa hal yang hits dan patut
dikenang dari era 90an, seperti jajanan terkenal dari era tersebut (Anak Mas,
Choyo-Choyo, mie lidi, Ajibon, Calipo, dsb.), mitos-mitos (yang ternyata
beberapa juga sampai di kota saya yang kecil, Wates), bahasa gaul, berbagai
macam hal-hal random, serta perbandingan antara era 90an dan 2010an.
Jadi
setelah membaca buku ini, yang tertinggal adalah perasaan super bahagia dan
kangen. Bagi saya, era 90an adalah sebuah periode yang simple dan sederhana. Generasi 90an harus bangga tumbuh di periode
ini karena dua hal: 1. era 90an adalah era peralihan dari era 80an yang
konvensional ke era 2000an yang serba teknologi sehingga kita pernah berada di
masa antara yang mengasyikkan, kenal teknologi tapi juga masih bisa menikmati
kesederhanaan dan hal-hal serba manual, 2. kita adalah satu-satunya generasi
yang punya buku khusus untuk mengenang masa-masa menyenangkan di era 90an.
Generasi lainnya belum punya buku seperti kita. Jadi, semua yang saya ingat mengenai era 90an
didominasi oleh hal-hal yang menyenangkan. Bagaimana dengan kenangan kamu di
era 90an? Selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar