Kamis, 27 Februari 2014

ACAK


      Belum lama ini saya membongkar kertas-kertas dan buku-buku bekas dari zaman SMA dan kuliah. Di antara tumpukan tersebut, saya tidak sengaja menemukan beberapa sobekan kertas berisi puisi yang berasal dari buku catatan saya. Dua yang pertama saya buat saat saya sedang jatuh cinta saat SMA. Zaman itu masih ingat kalau saya sering saling berkirim puisi dengan orang yang saya suka.
      Puisi ketiga saya buat gara-gara melihat seorang anak yang masih bekerja di lampu merah saat hari sudah jauh malam. Itu zaman saat saya masih kuliah semester 5 an dan sering pulang malam gara-gara kegiatan kampus. Sayangnya saya tidak menuliskan tanggal pembuatannya tapi saya masih ingat momennya.

Milik kita adalah mimpi yang lepas
Menempa wajah para dewa
Lalu mengenang syair-syair berlumut
Separau suara hujan
Langit pun turut menyapa
Dahan-dahan bergelayutan
Dan berang-berang subuh menyiangi lumpur
Dengan nyanyian.. 
                                                                                                11 Maret 2007



Kita menorehkan relief hati
Sewarna matahari mencelupkan diri
Di sawah-sawah menua
Bagaimanapun kau tak kehilangan
Sepatah pun jawaban
Tentang suatu masa yang turut susut
Dalam kelengangan ini…
                                                                                                2 April 2007



Dalam temaram lampu-lampu kota
Malam ini
Siluetmu kekal bersemayam
Alami dan melebur dalam rengkuhannya
Kau, sang putra cahaya

Dalam matamu wahai Adam kecil
Hidup dipertanyakan
Lewat cuping hidungmu
Meruak aroma kelelahan
Melalui sudut bibirmu
Keluh tersenandungkan

Nasib menempatkanmu
Dalam sekat silinder tak berujung
Ambillah satu putaran
Dan mungkin kau akan
Sebijak Sokrates, atau secerdas Camus

Sosokmu perlahan tertelan cahaya
Pudar
Namun tak hilang

Karena tiap lampu kota berbenihkan kau




Tidak ada komentar: