Belum
lama ini saya membaca sebuah artikel di portal berita yang menyatakan bahwa
sinetron Indonesia merupakan bisnis triliunan rupiah. Raupan keuntungan yang
sama juga didapat pebisnis media yang menayangkan sinetron-sinetron yang
berasal dari India dan Turki. Mengapa keuntungan yang diraup bisa sangat
banyak? Karena banyaknya produk iklan yang diputar selama jeda. Banyak dan
panjangnya iklan tak pernah menyurutkan langkah para fans sinetron garis keras
untuk tetap setia. Kenapa orang Indonesia menonton sinetron? Entahlah. Untuk
yang satu ini, saya yakin jawabannya pasti beragam walaupun menurut portal
berita tadi, banyak orang menyaksikan sinetron karena faktor pemain utamanya
yang berwajah menarik dan cerita yang gampang mengaduk-aduk emosi.
Penasaran
dengan alasan tersebut, saya mencoba untuk menonton sinetron saat kemarin
pulang ke rumah. Sepertinya perlu saya jelaskan pada kalian bahwa sudah lama
sekali saya tidak menonton televisi, dalam artian menonton satu program secara
intens. Kalau hanya sekilas sambil antre beli makan di burjo atau makan sambil nonton
TV selama kurang lebih 10 menit sih sering. Selain karena kecewa dengan
sebagian besar programnya, internet menurut saya lebih dapat diandalkan untuk
menyediakan hiburan dan informasi termutakhir. Lagipula, saya juga memang tidak
memiliki televisi di kos.
Anyway, saya
memilih sinetron secara acak saja. Karena yang terpampang di layar saat saya
menyalakan TV adalah RCTI, ya saya nonton sinetron di stasiun TV tersebut.
Cerita dari sinetron tersebut kurang lebih begini. Adalah seorang laki-laki muda
kaya (sepertinya direktur perusahaan) yang ingin untuk mengikuti lomba
bersepeda. Tidak jelas tipe lombanya apa. Yang ada hanyalah si laki-laki ini
siap dengan baju pesepeda warna kuning, helm, dan sepedanya tentu saja. Tibalah
laki-laki tersebut di lokasi lomba yang sebenarnya hanyalah lapangan yang
dipasangi tenda dengan fungsi sebagai tempat duduk panitia dan ruang peserta. Di
sekeliling tenda tersebut, terpasang pita panjang milik sponsor yang berujung
di tenda tadi dan sepertinya berfungsi untuk mencegah penonton masuk ke area
lomba.
Bagaimana
mekanisme lombanya? Ternyata Anda hanya perlu keliling lapangan yang telah
dibatasi oleh pita sponsor tadi dengan sepeda. Pelan-pelan juga boleh. Entah
apa maksud dari lomba ini. Yang jelas, hadiahnya 40 juta (tertulis di spanduk).
Baiklah. Belum lama berselang mengayuh sepedanya, laki-laki ini tiba-tiba pucat
sambil menahan sakit kemudian jatuh dan pingsan. Kemudian ia dibawa ke tenda
khusus kesehatan. Ia dijaga oleh seorang wanita muda cantik yang sepertinya
berprofesi sebagai asisten rumah tangga. Semua keluarganya lalu datang. Ada beberapa
wanita yang tidak berhenti mencemooh ART tadi (tidak lupa dengan mimik muka
yang sadisnya dilebih-lebihkan), ayah si laki-laki yang pakai setelan klimis
(mungkin bertolak langsung dari kantornya), dan beberapa orang lain yang
membela si Mbak ART.
Ternyata
si laki-laki muda ini jatuh cinta dengan si Mbak ART. Saat ia siuman, yang
pertama dicari adalah si Mbak. Si Mbak lalu menyemangatinya agar meneruskan
lomba dengan cara mengingatkan bagaimana kerasnya si laki-laki sudah bermimpi
untuk memenangkan lomba tersebut. Si laki-laki akhirnya bersemangat dan kembali
meneruskan lomba. Adegan putar-putar lapangan dengan sepeda kemudian dimulai
lagi. Kali ini dengan muka yang lebih optimis dan sesekali diselingi senyum.
Saya
perlu menginformasikan bahwa di sepanjang tayangan tadi, saya sering tersenyum
simpul. Bukan, bukan karena turut terharu merasakan besarnya rasa cinta para
pemain utama atau terpana melihat kehebatan adu peran para pemainnya. Sepertinya
kalian sudah menebak alasannya.
Sudah
saya ungkapkan kan kalau sejak awal saya sebenarnya bingung lomba sepeda macam
apa yang sedang diikuti pemain utama. Terima kasih kepada sutradara karena
akhirnya menyisipkan adegan-adegan downhill
yang memacu adrenalin walaupun saya sebenarnya malah jadi tambah bingung
karena tokoh utama kita masih saja setia hanya putar-putar naik sepeda di
sekitar lapangan sambil senyum-senyum. Di mane,
Tong, downhillnye?! Bagaimana dengan
Mbak ART? Dia dengan setia memandangi si Mas sambil tersenyum lembut.
Tidak
sampai di situ saja. Kompetisi downhill
abal-abal tersebut ternyata berlangsung sampai malam hari pukul 2,
Saudara-saudara! Si Mas tetap setia mengayuh sepeda mengitari lapangan. Sedangkan
si Mbak dan juri-juri lain mulai mengantuk dan tertidur. Ajaibnya, si Mbak
tertidur dalam posisi berdiri. Luar biasa!
Tak
dinyana, hujan turun sangat lebat disertai petir. Namun, si Mas tetap setia
mengayuh di bawah derasnya hujan. Karena cemas dan tidak tega jika si Mas nanti
sakit, si Mbak dengan berani menerobos hujan dengan membawa payung. Ia memayungi
si Mas. Awalnya si Mas menolak, namun si Mbak dengan keukeuh menolak mundur. Akhirnya
terciptalah sebuah scene di mana
terdapat sepasang muda-mudi mengelilingi lapangan becek bersama. Yang satu naik
sepeda, yang satu memayungi. Para juri pun segera bangun dan tersenyum bahagia
menyaksikan pemandangan tersebut.
Sampai
di situ saya sudah tidak tahan lagi sehingga saya sudahi sesi menonton sinetron
dengan mematikan TV dan pergi ke kamar untuk tidur-tiduran. Sambil gegoleran,
saya tak berhenti menyakan dua pertanyaan ini di kepala: apa tadi sebenarnya yang
baru saja saya tonton dan siapakah sutradara dari tontonan maha dahsyat
tersebut?
Sumber gambar: http://weknowmemes.com/wp-content/uploads/2012/08/i-dont-watch-soap-operas-i-have-facebook.jpg