Apakah
kalian suka film musikal? Apa film musikal favorit kalian? The Sound of Music? West Side
Story? Mamma Mia!? Mulai
sekarang, nampaknya kalian harus mempertimbangkan penambahan satu judul lagi
dalam daftar film musikal yang harus ditonton sebelum mati. Siapa tahu film ini
bisa jadi favorit kalian. Judulnya Sing
Street. Sebagai penggemar film musikal, radar saya tidak mampu membaca
keberadaan film ini sampai pertengahan Desember 2016. Itu pun karena saya tidak
sengaja membaca daftar nominasi Golden Globe 2017. Padahal film ini sudah diedarkan
sejak Maret 2016. Duuhh, ke mana saja saya? Mungkin karena Sing Street merupakan film indie sehingga pemasaran dan reviewnya tidak seheboh film-film
Hollywood.
Sing Street
merupakan film ke-sekian John Carney, sutradara Once dan Begin Again yang
juga merupakan film musikal. Once
sudah lama menjadi favorit saya sedangkan Begin
Again menurut saya terlalu Hollywood, apalagi dengan adanya Keira
Knightley, Mark Ruffalo, dan Adam Levine sebagai pemainnya. Saya lebih suka
saat Carney menggunakan aktor dan aktris yang belum terkenal seperti yang
dilakukannya dalam Once (nama Glen
Hansard tentu saja diketahui banyak orang tetapi dia bukan aktor dan juga bukan
super star seperti Levine) dan Sing
Street. Alasannya, mereka membuat penonton seperti saya yang merupakan
orang biasa lebih memaknai kisah mereka yang umumnya juga digambarkan Carney
sebagai orang biasa.
Anyway, film
ini bersetting tempat di Irlandia pertengahan tahun 80an ketika negara tersebut
sedang dilanda resesi parah yang menyebabkan banyak generasi mudanya
berimigrasi ke Inggris untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Selain
berdampak pada anak muda, resesi ini juga memaksa sebuah keluarga di Dublin
mengeluarkan anak bungsu mereka yang bernama Conor dari sebuah sekolah Jesuit prestisius
dan memindahkannya ke sekolah Katolik bernama Synge Street yang biayanya lebih
rendah. Sekolah tersebut adalah sekolah khusus anak laki-laki yang isinya
mayoritas susah diatur dan tukang bully.
Untuk
mengalihkan perhatian dari suasana sekolah baru yang dibencinya sekaligus untuk
menarik perhatian seorang cewek yang ditaksirnya, Conor memutuskan untuk
membuat sebuah band bersama teman-teman barunya yang juga sekolah di Synge
Street: Darren yang jadi manajer mereka, Eamon si maniak kelinci, Ngig yang
menjadi satu-satunya anak berkulit hitam di sekolah mereka (dan mungkin di
seluruh Dublin kata Darren), Larry yang bertugas menggebuk drum, serta Garry si
pembetot bas. Sepakat menamai band mereka Sing Street, mereka latihan selama 2
kali seminggu dan membuat video untuk tiap lagu yang mereka ciptakan. Tentu
saja semua video tersebut dibintangi oleh cewek bernama Raphina yang ditaksir
Conor.
Film
ini keren banget karena menggambarkan proses bermusik anak-anak remaja yang
dipengaruhi oleh banyak musisi di tahun 80an seperti Duran Duran, Spandau Ballet,
dan The Cure. Ada beberapa lagu dari musisi-musisi tersebut yang dijadikan
original soundtrack film ini. Favorit saya adalah “Stay Clean”nya Motorhead dan “Maneater”nya
Daryl Hall and John Oates. Karena ini film musikal, tentu saja ada beberapa
lagu yang dibuat khusus untuk film ini dan dimainkan oleh Sing Street. Yang
paling saya suka berjudul “Up” dan
sampai sekarang saya nggak bisa berhenti memasangnya di playlist.
Sebenarnya
merupakan sebuah kesalahan ketika saya melabeli film ini dengan hanya genre
musikal karena walaupun musik merupakan aspek yang tidak terpisahkan dalam film
ini, ada juga unsur drama dan komedi. Unsur komedi paling banyak ditemukan di
awal film, terutama saat proses pencarian personil band dan pembuatan video
(kalian harus memperhatikan bagian akhir dari video mereka yang berjudul “The Riddle of the Model”) sedangkan
unsur drama dominannya terdapat di bagian tengah dan akhir film. Jika unsur
komedi disebabkan oleh tingkah beberapa karakter, unsur drama dalam film ini lebih
fokus pada kehidupan Conor. Selain perlakuan keras yang harus diterimanya dari
Brother Baxter, gurunya, di usia remaja Conor juga harus menghadapi perpisahan
ayah dan ibunya serta cintanya pada Raphina yang awalnya bertepuk sebelah
tangan.
Semua
pengalaman tersebut ia tuangkan dalam lirik lagu bandnya sebagai upaya untuk
keluar dari kesedihan dan tekanan yang diterimanya di sekolah dan di rumah,
seperti “Brown Shoes” yang berisi
lirik yang isinya melawan dominasi Brother Baxter padanya serta “Drive It Like You Stole It” yang
menggambarkan pertengkaran antara ayah ibunya yang intensitasnya semakin sering
ia dengar serta bayangan idealnya tentang di mana ia dan bandnya seharusnya
memainkan lagu tersebut: dalam sebuah pesta prom yang dihadiri oleh orang-orang
yang dicintainya.
Pada
akhirnya, Conor memutuskan untuk membawa hidupnya ke arah yang ia mau dengan
berimigrasi ke Inggris bersama Raphina menggunakan speedboat. Keputusan ini tentu
sarat dengan resiko, mereka bisa saja mati dalam perjalanan. Belum lagi
kegagalan yang mungkin mereka hadapi di Inggris nanti karena hanya bermodalkan
nekat. Namun, jiwa muda mereka yang berisi semangat dan keberanian mampu mengalahkan
bayang-bayang negatif yang mungkin akan mereka temui. Dalam taraf tertentu,
keputusan Conor dan Raphina bisa memberikan efek positif pada penonton film ini
sehingga saat kelar menonton Sing Street, kalian kemungkinan besar akan 40%
semakin percaya pada keputusan yang akan kalian ambil. Setidaknya, itu yang
saya rasakan pasca menonton film ini. Selain itu, saya juga jadi kecanduan dengan musik dekade 80an. Selamat menonton!
Sumber gambar: https://www.pinterest.com/sydneyrosebud/sing-street/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar