Tercatat dua kali Aidit
terlibat dalam pemberontakan yang disebut-sebut didalangi oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI). Pemberontakan pertama terjadi di Madiun tahun 1948. Saat itu
di bawah kepemimpinan Musso, tokoh PKI senior, puluhan ribu buruh dan tani yang
menyebut dirinya kaum revolusioner mengambil alih kekuasaan pemerintah. Melalui
pemberontakan tersebut, Musso bermimpi untuk mendirikan sebuah “Soviet Republik
Indonesia”. Soekarno meminta rakyat memilih dirinya atau Musso. Pemberontakan
tersebut akhirnya gagal. Banyak tokoh PKI yang ditangkap dan dihukum mati. Saat
itu Aidit dapat melarikan diri dan menurut adiknya, Murad Aidit, ia tinggal di
Tanjung Priok dengan menyamar.
Pemberontakan kedua terjadi
pada tanggal 30 Spetember 1960. Presiden Soekarno sendiri lebih memilih untuk
menyebutnya sebagai Gestok (Gerakan Satu
Oktober). Keterlibatan PKI dalam gerakan tersebut memang masih menjadi kontroversi.
Banyak yang meyakini bahwa itu hanyalah akal-akalan pihak yang ingin mengambil
kesempatan (saat itu Bung Karno diberitakan sedang sakit keras). Ada juga yang
percaya bahwa gerakan tersebut didalangi oleh CIA dan AS. Tak sedikit yang
berpendapat jika G30S/PKI adalah skenario Soekarno untuk melenyapkan oposisi
tertentu dalam AD. Apapun latar belakangnya, pada akhirnya PKI lah yang menjadi
korban dan pihak yang kalah, kalau tidak dibilang sebagai kambing hitam.
Setelah lama hidup dalam
penyamaran, D.N. Aidit muncul kembali dan berhasil menggulingkan kepemimpinan
tua di tubuh PKI (Alimin dan Tan Ling Djie). Ia menerbitkan kembali harian
Bintang Merah dan rajin menyebarkan paham-paham revolusioner. Sampai akhirnya
pada Kongres V PKI 1951, ia dipilih menjadi Ketua Comite Central (CC) PKI.
Peran Aidit adalah membentuk
Biro Chusus (BC) yang menyusup dalam tubuh AD. Aidit bekerja sama dengan Sjam
Kamaruzaman. Biro Chusus sendiri adalah sebuah badan yang pendiriannya tidak
disetujui dan diketahui oleh anggota PKI pusat sehingga lembaga ini sering
disebut sebagai PKI ilegal. Aidit mendirikan biro ini karena ia melihat adanya
satu kekurangan dalam melakukan revolusi. PKI saat itu memang menjadi 4 partai
terbesar di Indonesia setelah PNI, Masyumi, dan NU. Keberhasilannya menjadi
peringkat 4 besar tak lepas dari peran kader-kader muda seperti Aidit, Lukman,
Sudisman, dan Njoto. PKI memiliki banyak massa, dekat dengan Soekarno, namun
mereka tak memiliki tentara. Oleh karenanya, infiltrasi BC dalam AD diharapkan
dapat merebut pangaruh beberapa pimpinannya. Sejak September 1965, dikatakan
bahwa Sjam menggelar rapat-rapat di rumahnya dan di rumah colonel A. Latief.
Rapat-rapat ini dihadiri oleh Letkol Untung dan Mayor Sudjono.
G30S/PKI gagal. Menurut
mantan wakil perdana menteri Subandrio, PKI terseret lewat tangan Sjam. Banyak
petinggi PKI yang mengaku tidak tahu menahu dengan G30S/PKI karena sejatinya BC
yang dikepalai Sjam dibentuk Aidit tanpa sepengetahuan dan persetujuan
anggota-anggota PKI pusat. Sejak Agustus 1965, kelompok bayangan Soeharto (Ali
Moertopo c.s.) memang sudah ingin secepatnya memukul PKI dengan
provokasi-provokasi terhadap PKI untuk memukul AD. Entah mana yang benar. Banyak
versi yang masing-masing dipercaya dan didukung oleh banyak fakta.
Sebelum tertangkap tanggal 2
November 1965 di Solo oleh anak buah Soeharto, Komandan Brigade Infantri 4
Kodam Diponegoro Kol. Yasir Hadibroto, Aidit dikabarkan mengadakan sejumlah
rapat di hari yang sama, yaitu tanggal 2 Oktober 1965 secara marathon di
sejumlah kota seperti Yogyakarta, Semarang, Solo, Blitar, dan Boyolali. Isi
rapatnya adalah menggalang dukungan bagi PKI. Soal ini juga entah benar entah
salah.
Putra Belitung ini
dieksekusi tanpa melalui pengadilan dan mayatnya dimasukkan dalam sebuah sumur
tua di daerah Boyolali. Sampai sekarang, makamnya tak diketahui. Keluarganya
tercerai-berai dan mendapatkan dampak dari sepak terjangnya. Kehidupan tokoh
ini memang kontroversial karena terlalu banyak versi tentang dirinya. Bisa jadi
orang memanfaatkan dirinya, bisa jadi ia memang terlibat dalam semua gerakan
yang dituduhkan padanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar