Bagi yang sudah membaca kaya
pertama Agustinus Wibowo tentang perjalanannya ke Afghanistan yang tertuang
dalam buku berjudul Selimut Debu, Garis Batas adalah lanjutan perjalanan
tersebut ke negara-negara kawasan Asia Tengah. Asia Tengah yang selama ini
masih jarang terdengar gemanya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena
namanya yang hampir serupa, dengan akhiran “stan”, menampilkan pesona eksotikny
lewat tulisan Agustinus Wibowo, sekaligus juga realita yang tidak seindah
bayangan orang kebanyakan.
Tajikistan, Kirgiztan,
Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan adalah negara-negara yang mungkin
dalam bayangan sebagian orang di Indonesia sulit untuk diimajinasikan. Yang
pertama kali terpikir mungkin gadis-gadis Uzbekistan yang terkenal dengan
kecantikannya dan diperistri oleh beberapa orang Indonesia. Orang tidak sampai
berpikir bahwa kelima negara tersebut, sebagai pecahan dari Uni Soviet, memiliki
nasib yang sangat berbeda satu sama lain. Tidak semuanya maskmur, pun juga
tidak semuanya miskin. Tebal buku ini 510 halaman dan disisipi oleh beberapa
lembar halaman berwarna untuk menunjukkan beberapa foto koleksi penulis yang
bisa mewakili keindahan dan kehidupan masyarakat kelima negara tersebut.
Perjalanan dimulai dari
Tajikistan yang berbatasan langsung dengan Afghanistan dan dipisahkan oleh
sungai Amu Darya. Amu Darya disebutkan berkali-kali dalam buku ini, juga dalam Selimut Debu karena sungai ini
menciptakan aliran-aliran yang membelah wilayah-wilayah di Asia Tengah. Beberapa
alirannya dijadikan garis batas antar negara. Tajikistan yang memiliki salah
satu alirannya bukanlah negara maju. Kemiskinan di negara ini masih diperparah
dengan tingkat korupsi yang tinggi. Penulis memiliki beberapa pengalaman buruk
dengan parahnya birokrasi di negara tersebut.
Kirgiztan yang dihuni oleh
bangsa Kirgiz yang berciri fisik seperti ras mongoloid mengalami benturan
dengan etnik Uzbek yang juga menetap di sebagian wilayah negara tersebut. Kedua
etnis terlibat tarik ulur hubungan yang sering berakhir pada pertikaian
berdarah yang menewaskan banyak warga di kedua kubu. Kazakhstan adalah raksasa baru
Asia Tengah yang bersinar dengan tambang minyak di Laut Kaspia dan gas alam.
Kemakmuran negara ini menjadikan harga-harga barang melonjak naik dan
menciptakan jurang yang menganga lebar antara si kaya dan si miskin.
Ada juga negara yang larut
dalam romantisme masa lalu seperti Uzbekistan. Negara yang memuja pahlawan-pahlawan
dari zaman kuno ini memiliki mata uang yang nilainya terus turun dan
menimbulkan tingkat kriminalitas serta korupsi yang tidak kalah dari Tajikistan.
Sedangkan Turkmenistan adalah negara sosialis yang diperintah oleh seorang diktator
yang sosoknya dipuja dan perkataannya dijadikan pedoman dalam bertingkah laku.
Namun kelima negara juga
menyimpan kebudayaan agung yang masih masih kuat dianut dan dipertahankan oleh
masyarakatnya. Membaca buku ini mengingatkan kita pada romantisme masa jaya
Jalur Sutra di mana pedagang dan kafilah dari penjuru dunia hilir mudik dan
menciptakan kota-kota dengan kebudayaan agung. Keagungan itu tidak pernah
benar-benar hilang walaupun telah tergerus waktu dan konflik. Sayangnya keberanekaragaman
itu telah dibuat semakin nyata dan eksklusif dengan adanya batas-batas yang
kemudian dibuat untuk menegakkan eksistensi bangsa tertentu dan menafikkan
bangsa dan kebudayaan yang lain. Perjalanan Agustinus Wibowo memang terkadang terkendala
dengan batas-batas tersebut, namun ia mengamini bahwa zaman telah jauh berubah.
Jauh meninggalkan romantisme masa lalu. Namun masih ada keindahan di antaranya yang
membuat perjalanan Agustinus Wibowo ini layak untuk disimak dan diresapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar