Menurut yang saya baca
tentang bagian “tentang penulis” di halaman paling belakang buku, ini adalah
buku biografi kesekian kali yang ditulis oleh Alberthiene Endah. Sebelumnya
saya belum pernah membaca karya-karya Mbak Alberthiene yang lain dan ini adalah
buku pertamanya yang saya baca. Menarik karena buku ini bertitel sebuah memoar,
biografi, dari tokoh yang saat ini mungkin menduduki peringkat kepopuleran
paling tinggi di Indonesia, yaitu Jokowi. Sepak terjangnya sebagai Gubernur DKI
yang baru diuji dengan masalah banjir yang saat ini sedang melanda ibukota. Orang-orang
awam seperti saya pasti tergerak untuk mengetahui latar belakang Jokowi yang
sebelumnya disebut-sebut sukses melayani Solo. Tingkat penasaran ini lebih
kepada usaha personal untuk menjawab
sebuah pertanyaan: apakah si Bapak juga akan mampu melayani Jakarta?
Yang menarik saya pertama
kali dari buku ini adalah covernya. Foto hitam putih Jokowi yang sedang duduk
di anak tangga dengan mengenakan kemeja batik, celana panjang, dan sandal.
Kepalanya menoleh dan tersenyum. Entah tersenyum pada siapa. Cover ini menarik
karena profilnya terlihat sangat simple, sederhana, bersahaja. Teman saya yang
meminjamkan buku ini pada saya bilang kalau Jokowi memilih sendiri foto ini
untuk dijadikan cover. Selain itu, dalam sekali pandang saya menduga bahwa buku
ini terlihat mahal. Hal ini juga terlihat dari jenis kertas dan banyaknya foto
berwarna di dalamnya. Saya tidak tahu harganya karena buku ini saya dapat hanya
dengan modal meminjam. Tapi setelah mencari di google, harganya saat ini adalah
Rp 77.000,00.
Karena ini adalah buku
biografi, bukan otobiografi, saya berharap si penulis akan menceritakan
kehidupan Jokowi dengan sudut pandang orang ketiga. Saya cukup kaget karena
ternyata isinya menggunakan sudut pandang orang pertama. Sesungguhnya saya
merasa terganggu dengan kenyataan ini karena bagi orang yang membaca sebuah
biografi, ekspektasi yang ada adalah menemukan banyak hasil penelitian tentang
kehidupan tokoh yang ditulis, bukan ungkapan pribadi tokoh tentang kehidupannya
sendiri. Entahlah, buat saya hal tersebut agak sedikit bermasalah.
Namun saya cukup menikmati
cara Alberthiene Endah memilih diksi dan merangkai kalimat yang tidak
membosankan dan indah. Walaupun Jokowi jadi terlihat muluk-muluk dan seperti
dewa karena menceritakan kehidupannya dan kesuksesannya (ekspektasi saya sudut
pandang orang ketiga ), saya menikmati benar alur cerita yang sangat mulus
disampaikan. Dengan jumlah halaman sebanyak 231, saya membutuhkan sekitar 6 jam selama 2 hari untuk menyelesaikannya. Ketidakmauan saya untuk meninggalkan buku ini lebih
kepada pilihan diksi dan rangkaian kalimatnya yang sangat baik.
Soal isi menurut saya
standar saja. Bahkan saya terus berkata “nggak objektif” beberapa kali.
Masalahnya, sekali lagi, ini bukan otobiografi jadi untuk saya terlihat aneh.
Mungkin banyak penulis yang menulis biografi dengan sudut pandang orang pertama
tapi bagi saya, itu tidak tepat. Ini murni pendapat pribadi saya. Ada 10 bab
yang dimulai dari kisah tentang masa kecil Jokowi yang hidup di bantaran kali
sampai dukungan penuh keluarga besarnya saat ia mencalonkan diri kemudian
memenangkan Pilkada DKI.
Pada dasarnya Jokowi sangat
berempati pada rakyat kecil. Caranya memandang rakyat jelata terefleksikan
dalam langkah-langkahnya menyelesaikan permasalahan yang cenderung ke membangun
dialog. Tidak ada hal yang cukup menarik perhatian saya kecuali fakta bahwa
menjabat walikota tidak selama periode penuh (Jokowi hanya menjabat 2,5 tahun)
dan mencalonkan diri untuk pemilihan kepala daerah di kota lain ternyata
diperbolehkan. Sayangnya tidak ada penjelasan kenapa diperbolehkan. Di buku
hanya dituliskan bahwa rakyat Solo mengikhlaskan dan mendukung secara penuh.
Untuk yang tertarik mengenal
Jokowi lebih dalam, baca saja buku ini. Selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar