Hujan
sore ini membawaku pada sebuah masa di mana kita sering bersama memandang
senja. Kau dan aku sangat memuja warnanya. Indah ketika sampai pada cakrawala.
Kau sering bertanya kenapa harus dibatasi oleh cakrawala. Cakrawala lah yang
membuat indah, Sayangku. Dia yang membuatnya berbeda. Ia yang memberi batas
pada kaki langit dan ujung bumi. Seperti
aku dan kau saat itu. Kita berbeda dan kita memuja satu sama lain. Usia kita
masih lima belas saat itu dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu.
Kita
tak pernah ucapkan cinta. Nuansa saat itu saja sudah cukup menyatakannya.
Ketika ada tangan yang saling menggenggam, mata yang saling memandang, dan
senyuman yang dinaungi rona merah di masing-masing pipi kita. Kita tampak
seperti kuncup-kuncup anggrek yang tumbuh di depan kelas.
Ingatkah
kau pada lagu kita? Dulu kau selalu berkomentar kenapa nama bandnya harus The
Rain padahal kita paling membenci sore mendung tanpa senja. Karena tak akan ada
warna jingga kesayangan kita itu, bukan? Tapi aku ingat betapa kita tetap
menyayangi lagu itu.
Kau
kini telah menjadi seorang pria dewasa, bukan lagi siswa berumur lima belas
tahun. Namun rona pipimu akan tetap memancar tiap kali kita bersua. Aku pun tak
kuasa menyembunyikan milikku.
Aku
sudah lupa kapan kita tak lagi lekat memandang senja. Sejak saat itu, tiap
senja yang terlewatkan akan menyublim dalam pelukan malam. Mengalir dan menguap
seolah tak pernah ada dua orang yang dahulu pernah menyandarkan mimpi-mimpi
mereka tentang hari esok pada kehadirannya.
Sosokmu
mungkin mulai pudar dalam keterbatasan memoriku sebagai insan, sebagai
pengembara dalam rinai-rinai sembilan tahun yang terlewati. Namun sebagai
seorang yang pernah menikmati senja bersamamu, aku tak akan pernah melupakan
kehangatan genggaman tanganmu dan caramu memanggil namaku. Aku masih ingat
kebencianku saat kita harus berpisah karena mentari telah tenggelam dan kita
pun mesti kembali ke peraduan kita, mengerjakan soal-soal matematika atau
ekonomi.
Hujan
kali ini telah berhenti. Tak ada senja. Aku pun sudah lama tak terpikat olehnya
seperti dulu saat bersamamu. Mungkin ada masa di mana satu keindahan hanya bisa
dinikmati dalam suatu rentang waktu dan atmosfernya tak akan pernah terulang di
waktu-waktu sesudahnya. Tapi aku suka kenangannya. Sederhana saja, karena kau
teramat manis saat itu . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar