Selasa, 30 Januari 2018

KERETA API

Sudah hampir seminggu saya ada di Indonesia setelah hampir setengah tahun di negeri orang. Setiap pulang dari tempat yang jauh, saya selalu takjub dengan perubahan sekecil apapun yang menurut saya terjadi di kota tempat saya berdomisili, Jogja dan Wates. Selama seminggu ini, kebetulan saya sudah beberapa kali bolak-balik Jogja-Wates menggunakan kereta Prambanan Ekspres atau yang sering disebut Prameks. Saya menyadari satu perubahan: jumlah orang yang menonton lalu lalang kereta api di pinggir rel tiap sore bertambah banyak.

Bahkan pemandangan tersebut semakin menarik saat saya menyadari ada banyak pedagang kecil yang ikut mengais rezeki dengan mangkal di titik-titik yang dianggap strategis untuk menonton kereta lewat. Jenis dagangannya beragam. Mulai cilok sampai jasa naik odong-odong. Berdasarkan pengamatan saya, titik tersebut biasanya berada di lokasi yang dekat dengan jalan utama desa.

Awalnya saya sempat sinis dengan cara orang-orang ini mencari hiburan kala sore. Memangnya nggak ada cara lain apa untuk cari hiburan. Kereta lewat aja ditunggu. Lagian, apa yang menarik dari bodi kereta kita. Nggak ada mulus-mulusnya. Sampai kemudian saya menyadari satu hal dalam perjalanan pulang ke Wates dari Jogja naik Prameks sore ini.

Setelah saya memperhatikan beberapa titik berkumpulnya masyarakat untuk menonton kereta lewat, saya sadar bahwa mayoritas massanya adalah keluarga yang punya anak kecil, terutama usia balita. Fakta ini membawa ingatan saya ke masa lebih dari dua puluh tahun yang lalu saat setiap sore Bapak sering membawa saya melihat kereta melintas di perhentian kereta sisi barat kota Wates. Selepas mandi dan diberi bedak, saya akan setia menunggu Bapak pulang kerja. Kalau suara motornya sudah terdengar, saya akan langsung keluar rumah dan menunggu dinaikkan ke tangki motornya. Saya masih punya ingatan tentang rupa tutup tangki bensinnya saking seringnya duduk di sana.

Bapak akan berkendara membawa saya ke depan SD Kanisius Wates yang lokasinya ada di samping rel untuk menunggu lewatnya si kuda besi. Saat lokomotif kereta sudah mulai nampak, kadang saya akan mulai berdiri di tangki dan Bapak akan memegangi perut saya. Saya ingat pelukan lengannya di perut karena sering memainkan arlojinya. Ritual ini mulai hilang menjelang saya masuk SD karena saat itu saya lebih sering main dengan anak-anak tetangga sampai sore. Lalu karena Bapak akhirnya pergi saat usia saya 7 tahun, tidak pernah ada lagi ritual yang sama dalam hidup saya.  

Sejak dulu saya sadar kalau alasan kecintaan saya pada kereta api banyak dipengaruhi oleh kenangan tersebut. Tapi baru sore ini saya menyadari bahwa menunggu kereta lewat sebenarnya adalah cara sederhana orang tua Indonesia - terutama di Jawa karena ada rel kereta api - yang punya anak balita untuk mendekatkan diri dengan anaknya. Fisik yang capek setelah bekerja seharian masih harus mengalah untuk diistirahatkan demi sang permata hati. Keikhlasan untuk mengalah dengan rasa capek itu namanya cinta dan ternyata ia tidak lekang karena sampai sekarang, perasaan saya selalu hangat tiap kali melihat kereta.

Saya memang tak pernah bisa mengingat apa yang Bapak dan saya bicarakan saat menunggu kereta karena bahkan mungkin tidak ada dialog berarti yang terjadi (sambil sedang mencoba memikirkan beberapa kemungkinan dialog antara anak balita perempuan dan ayahnya). Namun, kenangan yang diberikan Bapak nyatanya sudah cukup membekali saya untuk tumbuh menjadi anak yang tak pernah merasa kekurangan rasa kasih sayang dari orang tua. Dulu saat saya sering menangis kalau ingat Bapak, ada guru saya di SD yang pernah bilang kalau Bapak sebenarnya tidak benar-benar pergi. Saya mulai paham arti perkataannya saat sudah dewasa. Untuk memahami memang perlu waktu; namun untuk merasakan, tidak perlu menunggu sampai dewasa.   

Setelah ini tentu saja saya tidak akan berani sinis lagi saat melihat gerombolan orang yang tiap sore menunggu kereta lewat. Karena di sana ada orang tua, ayah dan ibu, yang sebenarnya sedang menegosiasikan waktu istirahat dengan badan mereka yang capek, demi menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa mereka begitu dicintai. 




Sumber gambar: http://moziru.com/explore/Train%20Station%20clipart%20black%20and%20white/