Selasa, 05 Agustus 2014

HARIMAU! HARIMAU!


Diterbitkan pertama kali oleh penerbit Pustaka Jaya pada tahun 1975, judul awal buku ini bukanlah Harimau! Harimau! namun Hutan. Novel yang dikarang saat Mochtar Lubis mendekam di penjara di Madiun ini menerima penghargaan buku terbaik dari Yayasan Buku Utama pada tahun 1975 dan Yayasan Jaya Raya di tahun 1979 serta telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa seperti Inggris dan Belanda.
Novel ini bercerita tentang tujuh pencari damar yang harus berjuang hidup dan main petak umpet dengan harimau yang memburu mereka. Ketujuh orang itu adalah Sutan, Talib, Sanip, Wak Katok, Pak Balam, Pak Haji, dan Buyung. Masing-masing dari mereka memiliki masa lalu dan dosa yang mereka anggap sebagai penyebab dari diburunya mereka oleh sang harimau. Mereka bergelut dengan pertanyaan apakah harus mengakui kesalahan mereka selama ini atau menyangkal dan menyimpannya dalam-dalam agar harimau tidak memburu mereka lagi. Ada yang mudah tergoda dengan wanita, ada yang dengan sengaja membunuh teman sendiri saat zaman perjuangan, ada yang mencuri, ada yang berzina, ada yang menipu, ada yang tidak percaya dengan manusia lain dan Tuhan, singkatnya semua hal yang dianggap buruk terkumpul dalam dosa dan masa lalu ketujuh tokoh tersebut.
Menarik saat membicarakan rasa percaya mereka bahwa harimau yang mereka hadapi adalah harimau jadi-jadian yang dikirim untuk menghukum. Hal ini memunculkan perdebatan di antara para tokoh tentang apa yang harus dilakukan untuk menolak hukuman. Satu-satunya cara yang disepakati adalah mengatakan dosa dan masa lalu. Pilihan ini sebenarnya banyak ditentang oleh semuanya, kecuali Pak Balam yang mengusulkannya saat menunggu ajal datang setelah diterkam harimau. Semuanya ingin sembunyi dan lari dari dosanya dan meyakinkan diri sendiri bahwa harimau yang ada hanyalah harimau biasa yang sedang lapar.
Namun kemudian Talib diterkam. Selanjutnya Sutan. Dan yang lain mulai mempertanyakan kemungkinan bahwa memang benar yang datang adalah harimau siluman. Tapi yang lebih penting adalah pergelutan mereka dengan hati nurani sendiri. Benarkah semua hal buruk yang dilakukan di masa lalu itu adalah dosa? Atau hanya hal biasa karena setiap orang pun berdosa dan lumrah dilakukan. Lagipula dosa pribadi mereka tidak terlalu besar dibandingkan dosa teman yang lain.
Pada akhirnya hanya tinggal Buyung, Sanip, dan Wak Katok. Di situasi yang mengharuskan mereka berhadap-hadapan dengan sang harimau, terlihat watak asli Wak Katok. Ia yang selama ini dianggap sebagai pemimpin karena karisma dan ilmunya ternyata hanyalah manusia biasa yang penuh dengan rasa takut. Semua orang salah menganggapnya sebagai seorang yang bijaksana. Ia memperkosa istri-istri musuh di zaman perjuangan, membunuh teman sendiri, menipu warga desa, dan juga berzina dengan Siti Rapiah, istri muda Wak Hitam yang pondoknya di tengah hutan mereka tinggali saat mencari damar. Di akhir cerita, Wak Katok benar-benar hancur sebagai manusia. Tidak ada dari harga dirinya yang tertinggal di mata Buyung dan Sanip yang berhasil membunuh harimau yang ternyata hanyalah harimau lapar.
Satu hal yang membuat buku yang terdiri dari tujuh bab ini menjadi salah satu novel Indonesia favorit saya adalah kemampuannya untuk membuat pembacanya tidak beranjak sebelum cerita selesai, apalagi untuk yang baru pertama kali membacanya. Mungkin alasan tersebut berkorelasi dengan fakta bahwa cerita dalam novel ini adalah tentang cara-cara berbagai manusia bertahan hidup dari ancaman harimau. Karakter setiap tokoh berfungsi seperti petunjuk yang membuat pembaca mengira-ngira siapa lagi yang akan mati terkena terkaman sang raja hutan. Dengan mangikuti alurnya, akan tampak satu demi satu, siapa saja yang akhirnya meregang nyawa.
Sebenarnya ini bukan kali pertama saya membaca Harimau! Harimau!. Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya. Namun tidak seperti menonton film, membaca buku menurut saya bisa memberi pembaca perspektif baru walaupun yang dibaca adalah buku yang sama. Tiga kali proses pembacaan yang saya pernah lakukan pada novel ini mengantarkan pada pemahaman yang semakin kaya. Jika pengalaman membaca yang pertama (kelas 2 SMP) saya lebih penasaran terhadap siapa saja yang akan selamat dari terkaman harimau, pembacaan kedua yang saya lakukan (kelas 3 SMA) membuka mata saya bahwa novel ini bukan sekedar tentang para pencari damar yang bertahan hidup di tengah hutan yang berbahaya karena terdapat seekor harimau lapar. Saya mulai mengerti bahwa novel ini adalah tentang manusia yang sebenarnya harus bergelut dengan usaha tiada henti untuk, seperti yang dikatakan Pak Haji, melawan harimau yang ada dalam diri mereka sendiri dan betapa pentingnya untuk bersikap jujur sesuai dengan hati nurani.
Di ketiga kalinya, saya menemukan bahwa buku ini mengandung isu politik yang kental. Ketujuh pendamar adaah representasi rakyat Indonesia yang dikomandoi oleh seorang sosok karismatik Wak Katok yang merupakan alegori untuk Presiden Soekarno. Harimau bisa diartikan sebagai tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Novel ini hanya setebal 214 halaman. Ada banyak waktu yang bisa diluangkan untuk membacanya dan menemukan keasyikan dalam mengikuti alurnya. Selamat membaca!

Tidak ada komentar: