Jumat, 19 Agustus 2016

BENCI ITU AWAL DARI CINTA, TAPI YAKIN KALAU YANG DIBENCI SEPERTI INI?

Setelah hidup selama lebih kurang 27 tahun di dunia ini, saya baru sadar bahwa ada hal-hal yang saya benci secara konstan, sejak saya kecil sampai sekarang. Hal-hal tersebut relatif tidak berubah dan mungkin bisa dipakai menjadi salah satu bagian dari identitas saya ketika orang berusaha mendeskripsikan saya. Mereka bisa bilang, “Oh, Yani yang nggak suka A dan nggak tahan sama B itu lho.”
Tujuan saya menuliskan ini adalah sebagai sekedar pengingat pribadi tentang karakter saya di usia 27 sekaligus mengetahui tanggapan orang-orang yang mengenal saya ketika mereka membaca ini, apakah saya cukup konsisten dengan hal-hal yang tidak saya sukai. Selebihnya sih, untuk lucu-lucuan sekaligus unggahan tambahan saja untuk blog saya. Berikut adalah daftar hal-hal (bisa juga karakter orang) yang sangat tidak saya sukai:



                                                  

1. Kamar mandi/WC bau rokok

Saya bukan penggemar rokok, malah cenderung benci, dan tidak bisa menolerir asap rokok. Kalau masuk ke tempat yang ada asap rokok/bau rokok, biasanya saya akan langsung hengkang dari tempat tersebut. Kalau di dalam moda transportasi umum, saya akan mengalah dengan menutup hidung dan mulut memakai slayer atau syal. Dan kalau orang yang saya ajak ngobrol merokok, saya akan langsung memberi tahu kalau saya tidak suka asapnya (satu-satunya orang yang nggak saya beritahu adalah Pak Faruk, dosen pembimbing tesis saya, sehingga saya sering tahan napas diam-diam waktu bimbingan hehehe). Jadi bisa dibilang kalau semua masalah tentang rokok di kehidupan sehari-hari saya selalu ada solusinya. Yang nggak ada solusinya itu kalau yang bau adalah kamar mandi/WC. Gimana ceritanya saya bisa mandi pakai slayer/syal? Dan gimana juga ceritanya saya bisa memberi tahu pemakai kamar mandi/WC yang sudah keluar untuk mengembalikan aroma KM/WC seperti semula? Bisa saja sih saya mengalah untuk nggak jadi masuk KM/WC. Tapi kalau sudah kebelet? Menyakiti diri sendiri dong namanya. Sekedar informasi bagi yang belum menyadari, bau rokok yang ada di KM/WC itu dahsyat sekali karena bisa bertahan lebih dari setengah hari dan saya selalu punya keparnoan tersendiri tentang KM/WC yang baru saja dipakai perokok. Saya akan langsung membayangkan bahwa udara, air, dan segala macam perabot termasuk gayung dan shower sudah tercemar oleh rokok. Sialnya lagi, pacar-pacar teman kos saya adalah perokok. Saat mereka memenuhi jadwal apel, mau tak mau mereka pasti menggunakan KM/WC di kos saya yang tidak mengenal KM/WC dalam. Memang sih mereka tidak merokok di dalam, tapi entah kenapa, KM yang dipakai oleh perokok pasti ikut bau rokok. Mungkin karena pipis, kotoran, atau baju mereka sudah bau rokok ya. Kalau sudah begitu, saya hanya bisa tafakur selama beberapa menit di luar KM/WC sambil misuh-misuh lirih. Memberitahu teman-teman kos saya rasanya juga bukan pilihan yang bijaksana kecuali saya mau memulai perang dingin dengan mereka atau ditanggapi dengan jawaban klise semacam, “Lha terus kalau kebelet gimana dong?" Setelah masuk, biasanya seluruh dinding akan saya siram dengan air baru kemudian pintu saya tutup dan bisa melakukan apa yang harus saya lakukan di dalam KM/WC.

2. Pengendara yang pencet klakson padahal lampu belum hijau

Saya belum berani naik motor di Jogja. Oleh karena itu, ke mana-mana saya selalu naik sepeda. Kekurangan ini kemudian menjadi hobi yang sampai sekarang sulit lepas. Kalau kamu orang Jogja, kamu pasti tahu kalau konstruksi jalan di Jogja itu selain tidak ramah dengan para pejalan kaki, juga menomorsekiankan pengayuh sepeda. Melihat jalur sepeda yang digunakan oleh pengendara motor atau mobil dan bahkan dibuat parkir itu sudah biasa. Menyaksikan ruang tunggu sepeda di lampu merah disesaki oleh pengendara moda transportasi lain (apalagi di jam-jam macet), juga sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Tunggu, ternyata ada lagi yang membuat geleng-geleng. Dulu, salah satu alasan mengapa tinggal di Jogja masih menyenangkan adalah karena orang tidak heboh pencet-pencet klakson saat lampu lalu lintas masih merah. Sayangnya, populasi pemencet klakson tak tahu adat ini entah kenapa sekarang makin merebak, terlebih di jam-jam berangkat dan pulang kantor. Kalau menunggu di belakang orang udik itu saya agak tidak masalah. Tapi kalau kebetulan ada di depannya, saya merasa dianggap bodoh dan bersalah padahal dia yang bodoh dan salah. Apa pasal? Pengendara di garda depan lampu merah punya tanggung jawab paling besar untuk selalu fokus dengan perkembangan arus lalu lintas. Bagi mereka yang sudah memenuhi kewajibannya dengan terus memantau perubahan warna lampu dan hilir mudik kendaraan, diklakson tiba-tiba padahal lampu belum berubah menjadi hijau adalah suatu pelecehan. Ibarat sudah kerja disiplin dan sesuai target tapi tiba-tiba dipecat. Sakit tahu. Seolah-olah kami ini datang dari zaman Flinstone yang belum mengenal lampu. Mungkin orang-orang itu yang datang dari zaman batu. Mengira kalau lampu merah berarti boleh jalan. Tapi kalau memang itu pikiran mereka, mengapa mereka tidak membunyikan klakson sejak lampu merah pertama menyala? Nah, jelas kan yang bodoh dan salah siapa? Kalau sudah begitu, saya yang naik sepeda hanya bisa menunggu sampai lampu hijau (ya iyalah) dan saat kendaraan yang hobi main klakson melintas di sebelah saya, saya diam-diam akan misuh “celeng,celeng,celeng…”

3. Knalpot blombongan/ mengarah ke atas

Suatu kali saya pernah berhenti karena lampu merah di belakang mas-mas yang memakai sebuah motor cowok berwarna hijau putih. Rasanya saya nggak perlu bilang merk motornya apa karena sepertinya semuanya sudah tahu. Motor mas-mas itu dalam keadaan mati karena mungkin ingin menghemat bahan bakar. Saat lampu sudah akan berubah dari warna merah ke hijau, tiba-tiba wajah saya terkena angin sangat kencang yang ternyata merupakan asap dari knalpot mas-mas di depan saya. Saya kaget dan mengerjap-ngerjapkan mata sehingga lupa kalau sudah waktunya sepeda saya kayuh. Otomatis saya diklakson oleh berbagai macam kendaraan di belakang saya. Sedangkan mas-mas tadi melenggang tanpa rasa bersalah dan bahkan tidak tahu malapetaka apa yang baru saja diciptakannya. Sambil masih kaget dan terseok-seok mencari pedal yang selalu meleset, saya akhirnya berhasil juga menjalankan sepeda. Saya kemudian sadar bahwa saya terkena asap dari knalpot yang arahnya bukannya horizontal tapi dibuat miring mungkin hampir 90 derajat. Sampai sekarang saya tidak pernah lupa kejadian tersebut dan selalu menghindar untuk berhenti di belakang motor knalpot njepat di lampu merah. Saya memang tidak punya pengalaman langsung dengan knalpot blombongan di lampu merah. Mendengar suaranya dari kejauhan saja sudah bikin bising dan kepala pening. Amit-amit deh kalau sampai berhenti di samping mereka saat di lampu merah. Menurut saya, jika benar neraka itu memang ada tujuh lapis dan yang terpanas bernama jahanam, mereka layak dimasukkan di dalamnya. Coba saja hitung berapa jumlah orang yang sudah terganggu dengan suara yang muncul dari knalpot blombongan itu. 1 juta mungkin ada.

4. Penyerobot antrean

Dalam sebulan ini, sudah dua kali saya diserobot saat sedang mengantre. Yang pertama saat beli es krim di kedai makanan cepat saji di daerah Malioboro. Antrean sudah jelas-jelas mengular. Tiba-tiba ada dua orang mbak-mbak udik yang modus operandinya foto-foto di sebelah kanan antrean. Saat mbak-mbak di depan saya bersiap maju untuk memesan es krimnya, dua orang tadi tiba-tiba merangsak dan hampir sampai ke tempat pemesanan ketika saya berteriak, “Woy, antre!” Dua orang tadi tanpa melihat ke arah saya dan yang paling parah tanpa rasa bersalah langsung bergumam, “Oh antre ya”. Asem banget nggak sih. Saya langsung tahu kalau mereka bukan orang Jogja saat mereka berkomunikasi menggunakan bahasa daerah yang entah bahasa mana saat turun tangga dan melewati saya. Saya memperhatikan mereka sambil melirik sadis. Lirikan sadis itu masih saya berikan saat saya pulang membawa es krim dan melihat dua orang aneh itu berdiri di antrean belakang. Mereka tahu kalau saya lihat dengan sadis tapi pura-pura tak melihat. Kira-kira sebenci itulah saya dengan orang yang menyerobot antrean. Pengalaman lain saya alami saat mengantre membayar biaya cek kesehatan di RS Wates. Antrean saya tiba-tiba diserobot bapak-bapak dari sebelah kiri. Saya sudah melirik sadis dan siap marah-marah ketika untung saja saya melihat anak si Bapak yang ada di belakangnya. Anaknya ini kelihatannya tuna grahita dan entah kenapa saya langsung mendadak merasa tidak enak, tapi tentu saja masih dongkol. Sambil berdiri di belakang si Bapak, saya amati bahwa Bapak itu memakai kemeja yang kainnya sudah lusuh dan sobek di bagian ketiak. Saya kemudian kembali mengamati anaknya, kurang lebih penampilannya sama. Akhirnya saya memilih diam walaupun saat si Bapak pergi, saya masih melirik dengan dongkol. Kesimpulan saya, di dunia ini ada dua orang tipe penyerobot antrean. Yang pertama, orang yang mengerti konsep antre tetapi tidak melakukannya karena malas. Contohnya ya dua mbak-mbak tadi. Yang kedua adalah orang yang tahu antre itu apa namun tidak melakukannya karena tidak terbiasa dan mungkin tidak mengerti konsepnya. Contohnya ya si Bapak tadi yang mukanya terlihat sangat polos saat menyerobot. Tipe manapun kalian, kalau saya bertemu dengan penyerobot antrean, saya pasti marah. Kalau nggak protes, ya minimal saya lirik dengan sadis.

5. Buku yang salah satu/beberapa halamannya sengaja disobek

Walaupun nggak sering, saya beberapa kali terkena zonk saat meminjam buku atau komik di perpustakaan dan tempat persewaan komik. Sialnya, saya pasti sudah membaca beberapa lembar sampai kemudian sadar kalau ada satu atau beberapa lembar dari bacaan tersebut yang hilang. Saya memiliki kebiasaan untuk membaca buku secara tuntas, mulai dari lembar pertama sampai terakhir, termasuk kata pengantar yang kadang ditulis dengan bahasa ndakik-ndakik serta promosi buku-buku lain terbitan penerbit yang sama yang biasanya ditempatkan di halaman belakang. Kalau belum semuanya saya baca, saya merasa berhutang dengan buku tersebut. Bisa dibayangkan dong rasanya ketika saya sudah mulai larut ke dalam bacaan namun tiba-tiba halaman 24 saya temukan menghilang atau ilustrasi pertarungan tokoh A dengan musuh bebuyutannya yang legendaris lenyap dari komik favorit saya. Rasa benci pada para pembaca yang tak bertanggung jawab ini sudah tertanam sangat kuat sejak saya SMP. Sekolah saya waktu itu memiliki berbagai macam koleksi ensiklopedia mulai dari tema dewa-dewi Yunani kuno sampai galaksi dan planet. Sayangnya, ada beberapa gambar menarik dari kumpulan ensiklopedia tersebut yang disobek tangan-tangan nggrathil. Tolong jangan membayangkan betapa dongkolnya saya saat mau membaca keterangan lanjutan dari cerita Ikarus namun ternyata halaman selanjutnya menguap entah ke mana. Hanya menyisakan sisa sobekan bergerigi macam gunung-gunung di The Lord of the Rings. Sejak saat itulah saya menyimpan dendam pada para penyobek buku atau komik pinjaman. Mungkin kalau neraka memang ada 7 lapis, mereka pantas ditempatkan bersama pemilik kendaraan berknalpot blombong.

6. Orang yang hobi terlambat

Kalau ada orang yang terlambat, saya sebenarnya bisa memaklumi. Biasanya alasan orang-orang terlambat adalah karena macet, anak yang tiba-tiba sakit, urusan di kelurahan, ban bocor, mengajar, dan alasan-alasan lain yang kadang ajaib, seperti diare karena keracunan es melon di acara buka bersama (ini beneran!). Yang tidak bisa saya maklumi itu kalau terlambatnya sudah seperti hobi. Jadi, belum pernah tidak terlambat. Sayangnya, saya punya beberapa kenalan yang punya kebiasaan jelek seperti ini. Biasanya saya selalu mencari celah agar tidak berurusan dengan mereka di kemudian hari dengan cara sengaja tidak mengakrabkan diri dengan mereka. Bagi saya yang punya prinsip anti terlambat, berurusan dengan orang yang hobi telat hanya akan membuat dongkol dan marah-marah. Sedangkan yang terlambat biasanya hanya tersenyum dan minta maaf saat menyadari kalau sudah ditunggu lama. Iya, memang dimaafkan. Tapi kalau tersenyum dan minta maafnya sudah jadi langganan ya ogah saya gaul sama yang begituan. Kecuali kamu adalah Rangga Yosrizal, jangan harap senyum dan minta maaf berulang kalimu bisa ditolerir.

7. Minta bukain garasi rumah dengan memencet klakson berulang kali

Pengalaman saya dengan klakson di poin sebelumnya mestinya bisa memberikan sedikit gambaran bagaimana bencinya saya dengan klakson yang digunakan tidak dengan bijaksana. Dengan bijaksana? Lho, iya! Kita bicara soal klakson yang suaranya bisa bikin kaget semua jenis makhluk hidup. Apalagi kalau dibunyikan berulang kali. Jadi cerita dimulai saat saya pertama kali ngekos di Jogja di pertengahan tahun 2013. Kos saya terletak di sebuah kompleks dengan warga yang tingkat ekonominya bermacam-macam. Tepat di sebelah selatan pintu masuk kos saya, terletak rumah orang yang mungkin paling kaya sekompleks karena menurut desas desus warga yang sering saya dengar saat membeli makan di warung, yang punya adalah pemilik atau petinggi sebuah bank di Jogja. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila di garasinya terdapat 3 atau 4 mobil. Yang sering saya lihat adalah Innova dan Alphard. Si pemilik rumah dan keluarganya ke mana-mana selalu diantar oleh sopir-sopirnya. Sopir-sopir inilah yang membuat masalah dengan klakson mobil. Tiap kali mereka mau masuk ke garasi, mereka akan memberi kode orang di dalam rumah untuk membuka pintu garasi dengan cara memencet klakson berulang kali. Suaranya itu nyuwun tulung ya bisa membuat pekak telinga dan entah kenapa bisa memunculkan rasa marah dengan tiba-tiba. Bukan saya saja yang merasa terganggu, teman kos saya pernah membuka pintu gerbang kos dan berteriak, “Iya sabaaarrrr!” kepada si sopir yang tak tahu adat itu. Maksud saya, bisa kan SMS atau bawa kunci cadangan. Turun dan membuka pintu garasi apa susahnya sih. Kalau saya berada di dalam kos seharian, bisa 3 sampai 4 kali saya mendengar suara memekakkan itu. Sangat mengganggu. Mulai saat itulah saya benci tipe orang seperti itu. Untung saja tetangga-tetangga saya di rumah yang punya mobil tidak ada yang sebebal sopir-sopir itu.

8. Pemilik kepribadian ganda

Yang dimaksud di sini bukanlah dissociative identity disorder yang biasa dikenal dengan istilah kepribadian ganda dalam bidang psikiatri. Istilah ini saya ciptakan untuk sebuah karakter yang saya tidak tahan ketika berdekatan dengan orang yang memilikinya. Berdasarkan pengalaman kerja dan organisasi saya di berbagai tempat sejak saya masih menjadi mahasiswa S1, saya bisa bilang bahwa selalu ada orang yang suka bergosip dan menjelek-jelekkan rekan sejawatnya di setiap kantor atau organisasi. Selama ini saya cenderung bersikap netral sehingga belum pernah kena masalah atau menjadi bahan gosip (atau saya yang nggak tahu aja ya?). Sikap netral di organisasi dan tempat kerja menurut saya sangat membantu dalam bergaul dengan berbagai macam karakter orang. Sebenarnya, saya tidak pernah keberatan kalau ada rekan atau teman saya yang nggak suka dengan kinerja atau karakter seseorang lalu menggosip. Itu urusan pribadi mereka. Justru saya biasanya terbantu oleh para penggosip ini dalam hal cara berhubungan dengan orang yang digosipkan. Karena tahu karakternya, saya biasanya lebih hati-hati dalam bergaul dengan orang tersebut. Bukan termakan kebencian tapi ya. Karena saya nggak punya masalah dengan yang digosipkan. Nahh, yang bikin saya iritasi itu kalau tukang gosip yang menjelek-jelekkan rekannya tadi menjadi orang yang super manis kalau bertemu dengan yang digosipkan. Mulai dari memuji-muji secara langsung atau lewat sosial media, ngajak ngobrol akrab mirip sahabat dekat, bahkan menggosipkan orang lain bersama-sama. Nggak ada orang di dunia ini yang lebih menjijikkan dari penggosip yang menjilat ludah sendiri. Bersikap baik itu bagus dan harus. Tapi kalau kemudian menjadi berlebihan, apalagi pada orang yang selalu dibusuk-busukkan di belakang, saya kok melihatnya sebagai sikap yang tidak sembodo ya dalam bahasa Jawanya. Sebenarnya, sikap orang berkepribadian ganda tersebut bukan urusan saya juga sih. Namun, karena saya merasa tidak nyaman dengan sikapnya, saya biasanya dengan tegas memutuskan untuk tidak dekat-dekat dengan orang yang menciptakan ketidaknyamanan tersebut. Jadi prinsipnya, sekedar rekan kerja atau organisasi oke, tapi saya tidak bisa untuk menjadi temannya.
Itu tadi 8 hal yang benar-benar saya benci atau hindari di kehidupan ini. Banyak juga hal lain yang saya benci seperti cacing atau musik dangdut, tapi saya masih bisa menolerirnya. Sedangkan yang kedelapan tadi statusnya sudah ada di level diktator, sulit untuk diajak negosiasi.
Suatu hari kalau kamu lihat saya sedang misuh-misuh atau pasang tampang jutek seharian dan kamu tidak sengaja pernah membaca tulisan saya ini, hubungkan saja keadaan saya dengan kemungkinan bahwa saya bertemu salah satu atau mungkin lebih dari 8 hal di atas. Kalau hari itu tiba, tolong maklumi saya yaaaaa…..

Sumber gambar: http://favim.com/image/848622/

Tidak ada komentar: