Minggu, 27 Januari 2013

CATATAN PINGGIR 6



Ini kali kedua saya membaca Catatan Pinggir 6. Pertama kali membaca sekitar tahun 2008. Ada banyak hal menarik yang tak lekang oleh waktu ketika dibahas oleh Goenwan Mohamad yang membuat jeda 5 tahun dari pertama kali membacanya masih relevan untuk dimaknai. Bahkan jeda dari waktu ketika tulisan ini ditulis (2001-2003) sampai dengan saat saya membaca kumpulan Catatan Pinggir ini di 2013 memiliki relevansi yang juga masih kuat. Inilah salah satu keunikan dan kekuatan tulisan Goenawan Mohamad. Atau mungkin ini karena ia memilih topik-topik yang selalu menjadi kajian dan perdebatan di sepanjang sejarah peradaban, seperti perang, kemanusiaan, agama, dan seni.
Kalau saya tidak salah ingat, kali pertama saya membaca “Catatan Pinggir 6”, klasifikasi tulisannya di cetakan tersebut masih berdasarkan tema. Saya lupa apa saja, tapi mungkin seperti “politik”, “seni”, dsb. Yang berarti tidak berdasarkan kronologi tulisan tersebut ditulis. Sedangkan di buku edisi cetakan 2012 ini, kumpulan tulisan Goenawan Mohamad di majalah Tempo disusun secara kronologis yang membuat saya bisa menebak peristiwa apa saja yang terjadi saat masing-masing tulisan diproduksi. Misalnya saat “Aktor” ditulis pada 3 November 2002. Saat itu Goenawan Mohamad menggunakan perumpamaan aktor di pentas teater Yunani kuno untuk menggambarkan laku Presiden Megawati dalam menyikapi pengeboman di Bali dengan melakukan kunjungan negara ke Yunani.
Saya sering merasa bahwa Catatan Pinggir penuh dengan sindiran atau ironi tapi di saat yang bersamaan, saya juga dibimbing perlahan untuk turut berpikir atau merasakan sindiran tersebut. Cara bertuturnya yang bijaksana dan tidak menghakimi pada dasarnya adalah sindiran tidak langsung bagi beberapa gelintir orang atau institusi yang bertindak secara sewenang-wenang. Walaupun kajian yang dilakukannya merujuk pada desain yang besar, ia sering menggunakan hal-hal yang terlihat remeh temeh untuk dikaitkan. Seperti saat ia menulis “Jalan” pada 14 Juli 2002. Itu adalah sindirannya tentang Jakarta yang penuh dengan privatisasi, sampai pada jalan-jalannya, ruang publik yang seharusnya bebas dinikmati semua golongan masyarakat.
Dalam kurun waktu 2001-2003, isu terbanyak yang Goenawan Mohamad tulis adalah soal deklarasi perang AS ke Afganistan dan Irak, serangan Israel ke Palestina, dan pengeboman di Bali. Menarik karena ia bisa membahas 3 isu besar itu dalam ranah berbeda-beda lewat bermacam jenis metafora dan simbolisme. Saya menikmati dan belajar banyak tanpa merasa didikte. Yang paling saya suka, ia juga menyisipkan fakta-fakta sejarah global atau nasional yang sebagian besar belum saya ketahui. Secara umum, mau jilid berapa pun yang mau Anda baca terlebih dulu (ada 7 jilid), itu tidak masalah karena isunya selalu relevan dan Anda bisa belajar banyak. Selamat membaca buku setebal 446 halaman ini!

Tidak ada komentar: