Minggu, 20 Januari 2013

SENJA MUDA


Hujan sore ini membawaku pada sebuah masa di mana kita sering bersama memandang senja. Kau dan aku sangat memuja warnanya. Indah ketika sampai pada cakrawala. Kau sering bertanya kenapa harus dibatasi oleh cakrawala. Cakrawala lah yang membuat indah, Sayangku. Dia yang membuatnya berbeda. Ia yang memberi batas pada kaki langit dan ujung bumi.  Seperti aku dan kau saat itu. Kita berbeda dan kita memuja satu sama lain. Usia kita masih lima belas saat itu dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu.
Kita tak pernah ucapkan cinta. Nuansa saat itu saja sudah cukup menyatakannya. Ketika ada tangan yang saling menggenggam, mata yang saling memandang, dan senyuman yang dinaungi rona merah di masing-masing pipi kita. Kita tampak seperti kuncup-kuncup anggrek yang tumbuh di depan kelas.
Ingatkah kau pada lagu kita? Dulu kau selalu berkomentar kenapa nama bandnya harus The Rain padahal kita paling membenci sore mendung tanpa senja. Karena tak akan ada warna jingga kesayangan kita itu, bukan? Tapi aku ingat betapa kita tetap menyayangi lagu itu.
Kau kini telah menjadi seorang pria dewasa, bukan lagi siswa berumur lima belas tahun. Namun rona pipimu akan tetap memancar tiap kali kita bersua. Aku pun tak kuasa menyembunyikan milikku.
Aku sudah lupa kapan kita tak lagi lekat memandang senja. Sejak saat itu, tiap senja yang terlewatkan akan menyublim dalam pelukan malam. Mengalir dan menguap seolah tak pernah ada dua orang yang dahulu pernah menyandarkan mimpi-mimpi mereka tentang hari esok pada kehadirannya.
Sosokmu mungkin mulai pudar dalam keterbatasan memoriku sebagai insan, sebagai pengembara dalam rinai-rinai sembilan tahun yang terlewati. Namun sebagai seorang yang pernah menikmati senja bersamamu, aku tak akan pernah melupakan kehangatan genggaman tanganmu dan caramu memanggil namaku. Aku masih ingat kebencianku saat kita harus berpisah karena mentari telah tenggelam dan kita pun mesti kembali ke peraduan kita, mengerjakan soal-soal matematika atau ekonomi.
Hujan kali ini telah berhenti. Tak ada senja. Aku pun sudah lama tak terpikat olehnya seperti dulu saat bersamamu. Mungkin ada masa di mana satu keindahan hanya bisa dinikmati dalam suatu rentang waktu dan atmosfernya tak akan pernah terulang di waktu-waktu sesudahnya. Tapi aku suka kenangannya. Sederhana saja, karena kau teramat manis saat itu . . .


Tidak ada komentar: