Sabtu, 02 Februari 2013

GARIS BATAS



Bagi yang sudah membaca kaya pertama Agustinus Wibowo tentang perjalanannya ke Afghanistan yang tertuang dalam buku berjudul Selimut Debu, Garis Batas adalah lanjutan perjalanan tersebut ke negara-negara kawasan Asia Tengah. Asia Tengah yang selama ini masih jarang terdengar gemanya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena namanya yang hampir serupa, dengan akhiran “stan”, menampilkan pesona eksotikny lewat tulisan Agustinus Wibowo, sekaligus juga realita yang tidak seindah bayangan orang kebanyakan.
Tajikistan, Kirgiztan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan adalah negara-negara yang mungkin dalam bayangan sebagian orang di Indonesia sulit untuk diimajinasikan. Yang pertama kali terpikir mungkin gadis-gadis Uzbekistan yang terkenal dengan kecantikannya dan diperistri oleh beberapa orang Indonesia. Orang tidak sampai berpikir bahwa kelima negara tersebut, sebagai pecahan dari Uni Soviet, memiliki nasib yang sangat berbeda satu sama lain. Tidak semuanya maskmur, pun juga tidak semuanya miskin. Tebal buku ini 510 halaman dan disisipi oleh beberapa lembar halaman berwarna untuk menunjukkan beberapa foto koleksi penulis yang bisa mewakili keindahan dan kehidupan masyarakat kelima negara tersebut.
Perjalanan dimulai dari Tajikistan yang berbatasan langsung dengan Afghanistan dan dipisahkan oleh sungai Amu Darya. Amu Darya disebutkan berkali-kali dalam buku ini, juga dalam Selimut Debu karena sungai ini menciptakan aliran-aliran yang membelah wilayah-wilayah di Asia Tengah. Beberapa alirannya dijadikan garis batas antar negara. Tajikistan yang memiliki salah satu alirannya bukanlah negara maju. Kemiskinan di negara ini masih diperparah dengan tingkat korupsi yang tinggi. Penulis memiliki beberapa pengalaman buruk dengan parahnya birokrasi di negara tersebut.
Kirgiztan yang dihuni oleh bangsa Kirgiz yang berciri fisik seperti ras mongoloid mengalami benturan dengan etnik Uzbek yang juga menetap di sebagian wilayah negara tersebut. Kedua etnis terlibat tarik ulur hubungan yang sering berakhir pada pertikaian berdarah yang menewaskan banyak warga di kedua kubu. Kazakhstan adalah raksasa baru Asia Tengah yang bersinar dengan tambang minyak di Laut Kaspia dan gas alam. Kemakmuran negara ini menjadikan harga-harga barang melonjak naik dan menciptakan jurang yang menganga lebar antara si kaya dan si miskin.
Ada juga negara yang larut dalam romantisme masa lalu seperti Uzbekistan. Negara yang memuja pahlawan-pahlawan dari zaman kuno ini memiliki mata uang yang nilainya terus turun dan menimbulkan tingkat kriminalitas serta korupsi yang tidak kalah dari Tajikistan. Sedangkan Turkmenistan adalah negara sosialis yang diperintah oleh seorang diktator yang sosoknya dipuja dan perkataannya dijadikan pedoman dalam bertingkah laku.
Namun kelima negara juga menyimpan kebudayaan agung yang masih masih kuat dianut dan dipertahankan oleh masyarakatnya. Membaca buku ini mengingatkan kita pada romantisme masa jaya Jalur Sutra di mana pedagang dan kafilah dari penjuru dunia hilir mudik dan menciptakan kota-kota dengan kebudayaan agung. Keagungan itu tidak pernah benar-benar hilang walaupun telah tergerus waktu dan konflik. Sayangnya keberanekaragaman itu telah dibuat semakin nyata dan eksklusif dengan adanya batas-batas yang kemudian dibuat untuk menegakkan eksistensi bangsa tertentu dan menafikkan bangsa dan kebudayaan yang lain. Perjalanan Agustinus Wibowo memang terkadang terkendala dengan batas-batas tersebut, namun ia mengamini bahwa zaman telah jauh berubah. Jauh meninggalkan romantisme masa lalu. Namun masih ada keindahan di antaranya yang membuat perjalanan Agustinus Wibowo ini layak untuk disimak dan diresapi.

Tidak ada komentar: