Jumat, 07 Desember 2012

HAPPY B'DAY INDONESIA!

Mencintai itu berarti mengabdi. Mencintai itu berarti mengusahakan yang terbaik bagi yang disayangi. Mencintai negara berarti membanggakan namanya dan membela keberadaannya. Mencintai negara berarti mampu berjalan kaki tanpa alas dari Purworejo ke Semarang untuk melawan penjajah. Itu 66 tahun yang lalu. Kemungkinan melakukannya di zaman sekarang hanyalah karena dua alasan, pertama memenuhi nazar, kedua ingin masuk televisi kemudian terkenal.
Zaman berubah, cara bertindak berubah. Namun didasari oleh niat yang sama, berbakti dan melakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara. Berapa di antara pemuda Indonesia yang sempat memikirkan kalimat tersebut di sela-sela perayaan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus yang lalu. Mungkin sempat karena tidak sengaja mencermati tweet pesohor yang memang peduli dengan rasa cinta tanah air, membaca tajuk rencana di sebuah koran nasional, atau menonton program televisi edisi kemerdekaan.
Buat saya, pikiran tersebut muncul saat melihat seorang bapak tua bertopi tentara veteran berangkat ke alun-alun Wates dengan sepasang sepasang sepatu butut dan naik bus demi mengikuti upacara kemerdekaan. Jangan tanya ia berdiri di barisan mana. Walaupun memakai seragam, ia hanya berdiri di pojok sebelah utara alun-alun sambil dengan khidmat mengikuti prosesi upacara.
Tak tahu saya siapa bapak tersebut. Mungkin ia memang benar seorang veteran perang kemerdekaan. Mungkin ia hanya sekedar orang desa yang rela berjalan dari tempatnya yang terpencil untuk sekedar mencari keramaian. Siapapun dia, di telah bersedia untuk meluangkan waktunya untuk turut mengenangkan apa yang telah diusahakan 66 tahun silam.
Apa artinya jika hanya sekedar mengenangkan. Sama saja seperti stasiun televisi yang berulang kali biografi proklamator setahun sekali. Tapi lalu apakah mengenang kehilangan maknanya untuk terus dilakukan oleh bangsa ini?
Beberapa minggu setelah bapak saya meninggal, tiap sore saya masih rajin mencuci sandal jepitnya dan menaruhnya di depan kamar mandi. Padahal tak ada seorang pun yang sedang mandi di waktu tersebut. Tapi itu refleks saya lakukan karena masih mengenang suara kecipak air di kamar mandi saat bapak mandi bahkan saat dia sudah pergi. Sampai kemudian saya bosan sendiri dan menghentikan kebiasaan tersebut. Hal ini sejalan dengan saya yang makin lama makin jarang mengenang-ngenangkan kecipak air di kamar mandi. Dan saya lupa wajah bapak dan caranya memanggil saya untuk minta diambilkan sandal.
Bukankah seperti itulah kenangan? Fungsinya hanya membawa kita kembali ke masa yang lalu. Mengenang yang baik maupun yang buruk yang akhirnya membawa kita kembali ke sebuah perasaan sedih atau senang.


Tidak ada komentar: